PERMASALAHAN
PENDIDIKAN TENTANG SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH DI INDONESIA
Salah satu
penyebab terjadinya permasalahan sarana dan prasarana di Indonesia yaitu
pemerataan pendidikan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata,
yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3)
sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti
proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan
pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat
dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan
pendidikan yang merata adalah
pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan.
Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan
belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk
memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat
dibedakan menurut jenis kelamin, status
sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam
propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan
pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu
tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan
pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
bagi setiap warga negara.
Dari
penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan
pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang
menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling
rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan
Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil
sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat
dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena
kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan,
hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah
pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan
mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat
mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan
pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan
sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan
pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah
sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat
mempermainkan program yang dijalankan ini.Selain itu,dengan kata lain dalam melakasanakan fungsinya sebagai wahana untuk
memajukan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia
untuk memperoleh pendidikan.
Masalah
pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan
sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan
timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak
dapat ditampung di dalam sistem pendidikan atau lembaga pendidikan karena
minimnya fasilitas yang tersedia. Ada beberapa hal yang menyebabkan masalah
pemerataan pendidikan, sebab-sebab tersebut antara lain:Keadaan geografis yang
heterogen sehingga sangat sulit untuk menjangkau daerah-daerah tertentu.
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah di indonesia mulai SD
hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal.Pada pendidikan
dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah,
fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan,
serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) baru 3,29%
dari 146.904 yang masuk kategori sekolah standar nasional, 51,71% katekori
standar minimal dan 44,84% dibawah standar pendidikan minimal. pada jenjang SMP
28,41% dari 34.185, 44,45% berstandar minimal dan 26% tidak memenuhi standar
pelayanan minimal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan di indonesia tidak
terpenuhi sarana prasarananya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan
SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki
865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau
42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan
sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI
diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk
daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan
SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Permasalahan sarana dan prasarana ini sering dijumpai pada daerah
daerah yang terpencil atau pedalaman ,seperti pedalaman kalimantan.Biasanya
keterbatasan sarana dan prasarana ini mulai dari gedung sekolah yang ruangannya
tidak layak dipakai untuk mendapatkan suasana belajar yang nyaman dan kondusif
(seperti gambar di bawah) dan hanya terdapat dua atau tiga kelas saja,tidak
terdapat ruangan lain seperti perpustakaan,laboraturium sarana-sarana
olahraga,sarana sarana belajar seperti buku paket yang up date serta fasilitas
lainnya dan jumlah guru yang sangat terbatas.
Situasi
seperti itu juga terdapat di daerah perkotaan misalnya ada sekolah yang proses
belajar dan pembelajarannya di lakukan di bawah jembatan dan lain lain. Banyak
lagi permasalahan sarana dan prasarana sekolah di Indonesia seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi. Misalnya adanya infocus di tiap
kelas,jaringan internet atau wirless
di sekolah dll.
PENGARUH
FASILITAS BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP
PRESTASI
BELAJAR
Dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 45 tentang
sarana dan prasarana pendidikan, dinyatakan bahwa :
1.
Setiap
satuan pendidikan formal maupun non formal meyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
secara fisik, kecerdasan intelektual sosial, emosional, dan kejiwaan peserta
didik.
2.
ketentuan
mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Dari kedua ayat diatas dimaksudkan agar tiap-tiap sekolah menyediakan
sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai semua keperluan pendidikan agar
siswa dapat memanfaatkannya sebagai penunjang belajar siswa.
Tulus (2003:81-83) mengungkapkan bahwa sarana belajar biasanya menjadi
penunjang prestasi belajar, namun demikian bila kelengkapan fasilitas belajar
sebagai sarana penunjang belajar di sekolah memadai, sebaliknya dapat menjadi
faktor penghambat apabila kelengkapan fasilitas belajar di sekolah kurang
memadai.
Sekolah hendaknya meyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan siswa agar dapat menumbuhkan, mengembangkan dirinya sesuai
dengan bakat dan kemampuan sebagai manusia seutuhnya. Dengan adanya fasilitas belajar
yang lengkap, akan menumbuhkan rasa bangga dan rasa memiliki. Pemeliharaan
fasilitas belajar di sekolah merupakan tanggung jawab semua pihak yang
bersangkutan. Hal ini bertujuan agar fasilitas belajar dapat dimanfaatkan
sesuai fungsinya dan dapat bertahan dengan jangka waktu yang lama.
Pengadaan fasilitas belajar sangat penting bagi siswa dan kurikulum pada saat
itu.
Penelitian ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Yuliana (2009) yang
berjudul “Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Fasilitas Belajar di Sekolah Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Program Keahlian Akuntansi SMK BHAKTI MULIA Pare”, hasil
penelitian menunjukan bahwa persepsi siswa tentang fasilitas belajar di sekolah
mempunyai pengaruh langsung terhadap prestasi belajar siswa program keahlian akuntansi
SMK BHAKTI MULIA Pare, yaitu sebesar 84,9 %. Sedangkan sisanya sebesar 15,1 %
dipengaruhi variabel lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa fasilitas belajar di sekolah sangat mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Apabila fasilitas belajar di sekolah tidak memadai dan
kuantitas pemanfaatan fasilitas minim, maka tidak mungkin akan dicapai prestasi
belajar siswa yang diharapkan.
Sumber : Misbach, Muzamil. Malang. PENGARUH
FASILITAS BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR. http://economicsjurnal.blogspot.com/2011/12/pengaruh-fasilitas-belajar-di-sekolah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar